hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhh,,, seminggu ini penuh dengan cerita dan kenangan. sayangnya belum sempet merangkai kata buat mencurahkan k my blog.
hari ini hari selasa jam 01.24 waktu malaysia .. aku dan my angga pagi-pagi buta tadi udah standby untuk pergi k airport karna jam 10 malam nanti qta akan pulang kembali ke indonesia... tapi gays,, kita nunggu seharian penuh di airport KL kemana-mana berdua mencari kesibukan supaya ga suntuk itu lebih tepatnya sih pernyataan aku cause' my angga tidur terus disebelah ku, seperti saat ini saat aku ngetik for my blog, my angga tertidur di sebelah ku ,, yeah kami memang sangat-sangat " lELAh" 1 minggu pusing-pusing di malaysia dari pagi sampai larut malam (pusing-pusing = jalan-jalan) jadi panta saja my angga jadi hobi tidur...
3/12/2013
3/03/2013
gamma glutamil tranferasse
PENDAHULUAN
I.
Latar
Belakang
GGT adalah salah satu enzim mikrosomal yang bertambah banyak pada pemakai
alkohol, barbiturat, fenitoin dan beberapa obat lain tertentu. Alkohol bukan saja
merangsang mikrosoma memproduksi lebih banyak enzim, tetapi juga menyebabkan
kerusakan hati, meskipun status gizi peminum itu baik. Kadar GGT yang tinggi
terjadi setelah 12-24 jam bagi orang yang minum alkohol dalam jumlah yang
banyak, dan mungkin akan tetap meningkat selama 2-3 minggu setelah asupan
alkohol dihentikan. Tes gamma-GT dipandang lebih sensitif daripada tes
fosfatase alkalis (alkaline phosphatase,ALP).
Konsentrasi GGT dalam serum juga dapat meningkat pada respons terhadap
banyak obat dan racun. Mekanisme yang biasa untuk efek ini adalah induksi enzim
yang menyebabkan peningkatan produksi dan pelepasan ke sirkulasi. Resep obat
yang dapat menyebabkan peningkatan yang beredar GGT termasuk Dilantin,
phenobarbitone, steroid (termasuk pil kontrasepsi oral), trimethoprim /
sulphomethoxazole, eritromisin dan Flukloksasilin. kadar Beredar dapat
dikurangi dengan terapi simetidin. kadar GGT akan menunjukkan penurunan yang
signifikan satu hingga dua minggu setelah penghentian agen penyebab.
GGT juga dapat dilepaskan ke dalam sirkulasi dari ginjal dan prostat,
misalnya pada pasien dengan infark ginjal atau kanker prostat. Miokard infark,
gagal diabetes, jantung dan pankreatitis juga dapat meningkatkan GGT serum,
meskipun dalam kasus-kasus sumber GGT adalah hati. kadar GGT lebih tinggi pada
orang gemuk dan juga bereaksi lebih nyata untuk mengkonsumsi alkohol dalam
orang-orang ini.
II.
Pembatasan
Masalah
Makalah
ini akan menyangkut tentang reaksi aktivitas enzim gamma glutamil transferase
(g-GT) yang apabila kadarnya dapat mengakibatkan suatu penyakit yang sangat
berbahaya.
III.
Rumusan
Masalah
·
Apa yang menyebabkan aktivitas enzim ini
meningkat ?
·
Dapat berakibat apa saja jika kadarnya meningkat
?
·
Bagaimana cara pemeriksaannya ?
IV.
Tujuan
·
Untuk
mempelajari tentang reaksi aktivitas enzim gamma glutamil transferase (g-GT)
yang terjadi di dalam tubuh.
·
Untuk
mengetahui cara pemeriksaannya.
V.
Manfaat
·
Untuk
penulis
Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kepada penulis tentang
reaksi aktivitas enzim gamma glutamil transferase (g-GT) yang terjadi di dalam
tubuh. Serta untuk dapat mengetahui cara pemeriksaan yang harus dilakukan.
·
Untuk
pembaca
Agar para pembaca dapat lebih paham tentang reaksi aktivitas emzim gamma
glutamil transferase (g-GT).
BAB
II
ISI
I.
Landasan teori
Gamma glutamil
transferase (GGT) dalam sebuah enzim berguna untuk mentransfer kelompok
gamma-glutamil dari peptida dan senyawa lain untuk dijadikan suatu akseptor.
Hal ini ditemukan dalam semua sel tubuh kecuali miosit dengan konsentrasi
sangat tinggi dan ditemukan juga di dalam sel-sel sistem hepatobiliary dan
ginjal. Tingkat yang tinggi juga ditemukan di prostat, yang mungkin bertanggung
jawab untuk kadar yang lebih tinggi dalam serum laki-laki daripada perempuan.
GGT dibersihkan dari sirkulasi oleh serapan hati dan memiliki waktu paruh dalam
plasma sekitar 4 hari. Tingkat GGT serum biasanya meningkat pada pasien dengan
hepatitis akut.
II.
Pembahasan
Gamma-glutamil transferase (gamma-glutamyl transferase, GGT) adalah
enzim yang ditemukan terutama di hati dan ginjal, sementara dalam jumlah yang
rendah ditemukan dalam limpa, kelenjar prostat dan otot jantung. Gamma-GT
merupakan uji yang sensitif untuk mendeteksi beragam jenis penyakit parenkim
hati. Kebanyakan dari penyakit hepatoseluler dan hepatobiliar kadar GGT dalam
serumnya meningkat. Kadar dalam serum ini akan meningkat lebih awal dan tetap
akan meningkat selama kerusakan sel tetap berlangsung. GGT mengkatalisis
transfer gugus gamma-glutamil glutathione ke akseptor yang mungkin ada dalam
gugus asam amino, peptida atau air (membentuk glutamat). GGT memainkan peran
kunci dalam siklus gamma-glutamil, untuk jalur sintesis dan degradasi
glutathione dan obat serta detoksifikasi xenobiotic. GGT
hadir dalam membran
sel jaringan, termasuk ginjal, saluran empedu,
pankreas, hati, limpa,
jantung, otak, dan
vesikula seminalis. Hal ini terlibat
dalam transfer asam
amino menyeberangi membran selular dan
metabolisme leukotriene. Selain
itu, hal ini juga terlibat dalam metabolisme
glutathione dengan mentransfer bagian glutamil
ke berbagai molekul
akseptor termasuk air, asam L-amino tertentu, dan
peptida, meninggalkan produk
sistein untuk mempertahankan
homeostasis intraseluler stres oksidatif.
Reaksi
umum adalah:
(5-L-glutamil)-peptida
+ suatu peptida
asam \ rightleftharpoons
amino + asam
amino 5-L-glutamil.
GGT
memiliki beberapa kegunaan sebagai
penanda diagnostik dalam kedokteran. Hasil
tes darah untuk
GGT menunjukkan bahwa
nilai yang normal adalah sekitar 40-78 U / L. Peningkatan
aktivitas GGT serum
dapat ditemukan dalam
penyakit hati, sistem
empedu, dan pankreas.
Dalam hal ini, mirip
dengan alkali fosfatase
(ALP) dalam mendeteksi
penyakit saluran empedu.
GGT ini juga dapat digunakan untuk mengindikasikan penyalahgunaan alkohol atau penyakit
hati alkoholik. Yaitu, pengkonsumsian alkohol berlebihan
sampai 3 atau
4 minggu sebelum
tes. Banyak obat
dapat meningkatkan kadar GGT, termasuk
barbiturat dan fenitoin
lain termasuk NSAID, St John's Wort, dan
aspirin. Peningkatan tingkat GGT mungkin
juga karena gagal jantung kongestif.
Metode pemeriksaan untuk tes GGT adalah spektrofotometri atau fotometri,
dengan menggunakan spektrofotometer/fotometer atau alat kimia otomatis. Bahan
pemeriksaan yang digunakan berupa serum atau plasma heparin.
Sampel
|
50 uL
|
Reagen
|
1000 uL
|
Kocok,
inkubasi selama 30 detik (nyalakan stopwatch). Baca pada menit ke-1,2,3 dan
pada panjang gelombang 405nm.
|
Aktivitas GGT (IU/L)= (ΔA/min) x 2121
Nilai Rujukan
·
DEWASA : Pria :
15 - 90 U/L, Wanita : 10 - 80 U/L, Lansia : sedikit lebih
tinggi
·
ANAK-ANAK : Bayi
baru lahir : 5 x lebih tinggi daripada dewasa, Prematur : 10 x lebih
tinggi dari dewasa, Anak : sama dengan dewasa.
(Nilai normal bisa berbeda untuk tiap lab, tergantung
metode yang digunakan)
Masalah Klinis
PENINGKATAN KADAR :
sirosis hati, nekrosis hati akut dan subakut, alkoholisme, hepatitis akut dan
kronis, kanker (hati, pankreas, prostat, payudara, ginjal, paru-paru, otak),
kolestasis akut, mononukleosis infeksiosa, hemokromatosis (deposit zat besi
dalam hati), DM, steatosis hati / hiperlipoproteinemia tipe IV, infark miokard
akut (hari keempat), CHF, pankreatitis akut, epilepsi, sindrom nefrotik. Pengaruh
obat : Fenitoin (Dilantin), fenobarbital, aminoglikosida, warfarin
(Coumadin).
Faktor yang dapat mempengaruhi
temuan laboratorium :
·
Obat fenitoin dan
barbiturat dapat menyebabkan tes gamma-GT positif palsu.
·
Asupan alkohol
berlebih dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan peningkatan kadar
gamma-GT.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Gamma-glutamil
transferase (gamma-glutamyl transferase, GGT) adalah enzim yang
ditemukan terutama di hati dan ginjal, sementara dalam jumlah yang rendah
ditemukan dalam limpa, kelenjar prostat dan otot jantung. Gamma-GT merupakan
uji yang sensitif untuk mendeteksi beragam jenis penyakit parenkim hati.
Kebanyakan dari penyakit hepatoseluler dan hepatobiliar kadar GGT dalam
serumnya meningkat. Kadar dalam serum ini akan meningkat lebih awal dan tetap
akan meningkat selama kerusakan sel tetap berlangsung.
Peningkatan aktivitas GGT serum dapat ditemukan dalam penyakit
hati, sistem empedu,
dan pankreas. Dalam
hal ini, mirip dengan alkali fosfatase
(ALP) dalam mendeteksi
penyakit saluran empedu.
GGT ini juga dapat digunakan untuk
mengindikasikan penyalahgunaan
alkohol atau penyakit
hati alkoholik.
DAFTAR PUSTAKA
anemia aplastik
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Landasan
Teori
Anemia aplastik adalah kelainan
hematologik yang ditandai dengan penurunan komponen selular pada darah tepi
yang diakibatkan oleh kegagalan produksi di sumsum tulang. Pada keadaan ini
jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak memadai. Penderita mengalami
pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah,
sel darah putih, dan trombosit.
Konsep mengenai anemia aplastik
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988 oleh Paul Ehrlich. Ia melaporkan seorang
wanita muda yang pucat dan panas dengan ulserasi gusi, menorrhagia, anemia
berat dan leukopenia. Sewaktu dilakukan autopsi ditemukan tidak ada sumsum
tulang yang aktif, dan Ehrlich kemudian menghubungkannya dengan adanya
penekanan pada fungsi sumsum tulang. Pada tahun 1904, Chauffard memperkenalkan
istilah anemia aplastik.
Insidensi anemia aplastik bervariasi
di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun.
Insidensi anemia aplastik diperkirakan lebih sering terjadi di negara Timur
dibanding negara Barat. Peningkatan insiden mungkin berhubungan dengan faktor
lingkungan seperti peningkatan paparan terhadap bahan kimia toksik dibandingkan
faktor genetik.Selain itu ketersediaan obat-obat yang dapat diperjual belikan
dengan bebas merupakan salah satu faktor resiko peningkatan insiden. Obat-obat
seperti kloramfenikol terbukti dapat mensupresi sumsum tulang dan mengakibatkan
aplasia sumsum tulang dan mengakibatkan aplasia sumsum tulang sehingga
diperkirakan menjadi penyebab tingginya insiden. Kasus anemia aplastik ini sangat rendah pertahunnya. Kira-kira 2 – 5
kasus/juta penduduk/tahun.
Dan umumnya penyakit ini bisa diderita semua
umur. Meski termasuk jarang, tetapi penyakit ini tergolong penyakit yang
berpotensi mengancam jiwa dan biasanya dapat menyebabkan kematian.Pada pria
penyakit anemia aplastik ini lebih berat dibanding wanita walaupun sebenarnya
perbandingan jumlah antara pria dan wanita hampir sama.
1.2 Batasan
Masalah
Pada
makalah ini akan membahas tentang anemia aplastik.
1.3 Rumusan
Masalah
1.3.1 Definisi dari anemia ?
1.3.2 Definisi dari anemia aplastik ?
1.3.3 Klasifikasi anemia aplastik ?
1.3.4 Bagaimana patofisiologinya?
1.3.5 Apakah tanda dan gejala dari anemia aplastik ?
1.3.6 Penyebab dari anemia aplastik?
1.3.7 Pemeriksaan laboraturium apa yang dapat
digunakan ?
1.3.8 Bagaimana pencegahan pada anemia aplastik?
1.3.9 Bagaimanakah cara pengobatan pada anemia
aplastik?
1.3.10 Prognosis apa yang dapat disampaikan?
1.4 Tujuan
1.4.1
Tujuan Khusus
Untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Hematologi III.
1.4.2 Tujuan Umum
...... Agar mengetahui,dan mengerti serta memahami
segala sesuatu yang berhubungan dengan anemia aplastik.
1.5
Manfaat
Agar kita
dapat lebih mengenal tentang anemia aplastik pada mata kuliah Hematologi III
ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Anemia
Anemia adalah istilah
yang menunjukan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar hemoglobin dan
hematokrit dibawah normal.anemia bukanlah suatu penyakit melainkan merupakan
pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh.secara fisiologis
anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut
oksigen ke jaringan.
Timbulnya anemia
mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah berlebihan
atau keduanya.kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,pajanan
toksiknvasi tumor dan kebanyakan hal yang tidak diketahui.sel darah merah dapat
hilang melalui perdarahan atau hemolisis.lisis sel darah merah terjadi terutama
dalam sel fagositik atau dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati
dan limfa. Sebagian hasil proses ini, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit
akan memasuki aliran darah.setiap kenaikan destruksi sel darah merah dan segera
direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma.
2.2 Definisi Anemia Aplastik
Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum
tulang yang ditandai dengan pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang.
Pada anemia aplastik terjadi penurunan produksi sel darah dari sumsum tulang
sehingga menyebabkan retikulositopenia, anemia, granulositopenia, monositopenia
dan trombositopenia. Istilah anemia
aplastik sering juga digunakan untuk menjelaskan anemia refrakter atau bahkan
pansitopenia oleh sebab apapun. Sinonim lain yang sering digunakan antara lain
hipositemia progressif, anemia aregeneratif, aleukia hemoragika,
panmyeloptisis, anemia hipoplastik dan anemia paralitik toksik.
2.3 Klasifikasi Anemia
Aplastik
Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Idiopatik : Biasanya kasus tidak diketahui gejala
yang jelas
2. Sekunder : Bila kasusanya telah diketahui.
3. Konstitusional : Adanya kelainan DNA yang dapat
diturunkan, misalnya Anemia
Fanconi.
2.4 Patofisiologi
Kegagalan sum-sum terjadi akibat kerusakan
berat pada kompartemen sel hematopoetik. Pada anemia aplastik, tergantinya
sum-sum tulang dengan lemak dapat terlihat pada morfologi spesimen biopsy dan
MRI pada spinal. Sel yang membawa antigen CD34, marker dari sel hematopoietik
dini, semakin lemah, dan pada penelitian fungsional, sel bakal dan primitive
kebanyakan tidak ditemukan.Suatu kerusakan intrinsic pada sel bakal terjadi
pada anemia aplastik konstitusional: sel dari pasien dengan anemia Fanconi
mengalami kerusakan kromosom dan kematian pada paparan terhadap beberapa agen
kimia tertentu. Telomer kebanyakan pendek pada pasien anemia aplastik, dan
mutasi pada gen yang berperan dalam perbaikan telomere (TERC dan TERT
) dapat diidentifikasi pada beberapa orang dewasa dengan anomaly akibat
kegagalan sum-sum dan tanpa anomaly secara fisik atau dengan riwayat keluarga
dengan penyakit yang serupa. Anemia aplasia sepertinya tidak disebabkan
oleh kerusakan stroma atau produksi faktor pertumbuhan.
2.5 Tanda dan Gejala Anemia
Aplastik
Pada penderita anemia aplastik
dapat ditemukan tiga gejala utama yaitu, anemia kurang darah merah),
trombositopenia (kurang trombosit), dan leukopenia (kurang leukosit). Ketiga gejala ini disertai dengan
gejala-gejala lain yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.
Anemia biasanya ditandai dengan pucat, mudah
lelah, lemah, hilang selera makan, dan palpitasi. Gejala-gejala lain yang berkaitan dengan anemia adalah
defisiensi trombosit dan sel darah putih.
2.
Trombositopenia, misalnya:
perdarahan gusi, epistaksis, petekia, ekimosa dan lain-lain.
3.
Leukopenia, misalnya: infeksi.
Selain itu, hepatosplenomegali dan limfa denopati juga dapat ditemukan pada
penderita anemia aplastik
ini meski sangat jarang terjadi.
2.6 Penyebab
Anemia Aplastik
Penyebab hampir sebagian besar kasus anemia aplastik bersifat idiopatik
dimana penyebabnya masih belum dapat dipastikan. Namun ada faktor-faktor yang
diduga dapat memicu terjadinya penyakit anemia aplastik ini.
Faktor-faktor penyebab yang dimaksud antara lain:
Faktor-faktor penyebab yang dimaksud antara lain:
- Penyakit
kongenital atau menurun seperti anemia fanconi, dyskeratosis congenita,
sindrom Pearson, sindrom Dubowitz dan lain-lain. Diduga penyakit-penyakit
ini memiliki kaitan dengan kegagalan sumsum tulang yang mengakibatkan
terjadinya pansitopenia (defisit sel darah).
- Zat-zat kimia yang sering menjadi
penyebab anemia aplastik misalnya benzen, arsen, insektisida, dan lain-lain.
Zat-zat kimia tersebut biasanya terhirup ataupun terkena (secara kontak
kulit) pada seseorang.
- Obat
seperti kloramfenikol diduga dapat menyebabkan anemia aplastik. Misalnya
pemberian kloramfenikol pada bayi sejak berumur 2 – 3 bulan akan menyebabkan
anemia aplastik setelah berumur 6 tahun. America Medical Association juga
telah membuat daftar obat-obat yang dapat menimbulkan anemia aplastik.
Obat-obat yang dimaksud antara lain: Azathioprine, Karbamazepine,
Inhibitor carbonic anhydrase, Kloramfenikol, Ethosuksimide, Indomethasin,
Imunoglobulin limfosit, Penisilamine, Probenesid, Quinacrine, Obat-obat
sulfonamide, Sulfonilurea, Obat-obat thiazide, Trimethadione.
- Radiasi
juga dianggap sebagai penyebab anemia aplastik ini karena dapat
mengakibatkan kerusakan pada sel induk ataupun menyebabkan kerusakan pada
lingkungan sel induk. Contoh radiasi yang dimaksud antara lain pajanan
sinar X yang berlebihan ataupun jatuhan radioaktif (misalnya dari ledakan
bom nuklir). Paparan oleh radiasi berenergi tinggi ataupun sedang yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang akut dan kronis
maupun anemia aplastik.
- Selain
radiasi, infeksi juga dapat menyebabkan anemia aplastik. Misalnya seperti
infeksi virus Hepatitis C, EBV, CMV, parvovirus, HIV, dengue dan
lain-lain.
2.7 Pemeriksaan Laboratorium Anemia Aplastik
Apusan menunjukkan eritrosit yang
besar dan kurangnya platelet dan granulosit. Mean corpuscular volume (MCV)
biasanya meningkat. Retikulosit tidak ditemukan atau kurang dan jumlah limfosit
dapat normal atau sedikit menurun. Keberadaan myeloid immature menandakan
leukemia atau MDS sel darah merah yang bernukleus menandakan adanya fibrosis
sum-sum atau invasi tumor platelet abnormal menunjukkan adanya kerusakan perifer
atau MDS.
Sumsum tulang biasanya mudah
diaspirasi namun menjadi encer jika diapuskan dan biopsi spesimen lemak
terlihat pucat pada pengambilan. Pada aplasia berat, apusan dari specimen
aspirat hanya menunjukkan sel darah merah, limfosit residual, dan sel strome;
biopsy (dimana sebaiknya berukuran >1 cm) sangat baik untuk menentukan
selularitas dan kebanyakan menunjukkan lemak jika dilihat dibawah mikroskop,
dengan sel hematopoetik menempati <25% style=""> sumsum yang
kosong, sedangkan “hot-spot” hematopoiesis dapat pula terlihat pada kasus yang
berat. Jika spesimen pungsi krista iliaka tidak adekuat, sel dapat pula
diaspirasi di sternum. Sel hematopoietik residual seharusnya mempunyai
morfologi yang normal, kecuali untuk eritropoiesis megaloblastik ringan;
megakariosit selalu sangat berkurang dan biasanya tidak ditemukan. Sebaiknya
myeloblast dicari pada area sekitar spikula. Granuloma (pada specimen seluler)
dapat mengindikasikan etiologi infeksi dari kegagalan sumsum.
2.8 Pencegahan Pada Anemia Aplastik
Usaha pertama untuk mencegah anemia aplastik
ini adalah menghindari paparan bahan kimia berlebih sebab bahan kimia seperti
benzena juga diduga dapat menyebabkan anemia aplastik.
Kemudian hindari juga konsumsi obat-obat yang dapat memicu anemia aplastik. Kalaupun memang harus mengonsumsi obat-obat yang demikian, sebisa mungkin jangan mengonsumsinya secara berlebihan. Selain bahan kimia dan obat, ada baiknya pula untuk menjauhi radiasi seperti sinar X dan radiasi lainnya. Selain itu dapat mencakup lingkungan yang dilindungi (ruangan dengan aliran udara yang mendatar atau tempat yang nyaman) dan higiene yang baik. Pada pendarahan dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah yang baik, yaitu sel darah merah, granulosit dan trombosit dan antibiotik.
Kemudian hindari juga konsumsi obat-obat yang dapat memicu anemia aplastik. Kalaupun memang harus mengonsumsi obat-obat yang demikian, sebisa mungkin jangan mengonsumsinya secara berlebihan. Selain bahan kimia dan obat, ada baiknya pula untuk menjauhi radiasi seperti sinar X dan radiasi lainnya. Selain itu dapat mencakup lingkungan yang dilindungi (ruangan dengan aliran udara yang mendatar atau tempat yang nyaman) dan higiene yang baik. Pada pendarahan dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah yang baik, yaitu sel darah merah, granulosit dan trombosit dan antibiotik.
2.9 Pengobatan
Anemia Aplastik
Pengobatan yang dapat dilakukan
pada penderita Anemia Aplastik cukup banyak yang diantaranya :
1. Terapi Suportif
Transfusi sel darah merah dan trombosit sangat bermanfaat. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi kekurangan sel darah merah dan trombosit.
Transfusi sel darah merah dan trombosit sangat bermanfaat. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi kekurangan sel darah merah dan trombosit.
2.
Faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik
Terapi dengan faktor pertumbuhan sebenarnya tidak dapat memperbaiki kerusakan sel induk. Namun terapi ini masih dapat dijadikan pilihan terutama untuk pasien dengan infeksi berat.
Terapi dengan faktor pertumbuhan sebenarnya tidak dapat memperbaiki kerusakan sel induk. Namun terapi ini masih dapat dijadikan pilihan terutama untuk pasien dengan infeksi berat.
3.
Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang ini dapat dilakukan pada pasien anemia aplastik jika memiliki donor yang cocok HLA-nya (misalnya saudara kembar ataupun saudara kandung). Terapi ini sangat baik pada pasien yang masih anak-anak.
Transplantasi sumsum tulang ini dapat mencapai angka keberhasilan lebih dari 80% jika memiliki donor yang HLA-nya cocok. Namun angka ini dapat menurun bila pasien yang mendapat terapi semakin tua. Artinya, semakin meningkat umur, makin meningkat pula reaksi penolakan sumsum tulang donor. Kondisi ini biasa disebut GVHD atau graft-versus-host disease. Kondisi pasien akan semakin memburuk.
Transplantasi sumsum tulang ini dapat dilakukan pada pasien anemia aplastik jika memiliki donor yang cocok HLA-nya (misalnya saudara kembar ataupun saudara kandung). Terapi ini sangat baik pada pasien yang masih anak-anak.
Transplantasi sumsum tulang ini dapat mencapai angka keberhasilan lebih dari 80% jika memiliki donor yang HLA-nya cocok. Namun angka ini dapat menurun bila pasien yang mendapat terapi semakin tua. Artinya, semakin meningkat umur, makin meningkat pula reaksi penolakan sumsum tulang donor. Kondisi ini biasa disebut GVHD atau graft-versus-host disease. Kondisi pasien akan semakin memburuk.
4.
Terapi imunosupresif
Terapi imunosupresif dapat dijadikan pilihan bagi mereka yang menderita anemia aplastik. Terapi ini dilakukan dengan konsumsi obat-obatan. Obat-obat yang termasuk terapi imunosupresif ini antara lain antithymocyte globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG), siklosporin A (CsA) dan Oxymethalone. Oxymethalon juga memiliki efek samping diantaranya, retensi garam dan kerusakan hati. Orang dewasa yang tidak mungkin lagi melakukan terapi transplantasi sumsum tulang, dapat melakukan terapi imunosupresif ini.
Terapi imunosupresif dapat dijadikan pilihan bagi mereka yang menderita anemia aplastik. Terapi ini dilakukan dengan konsumsi obat-obatan. Obat-obat yang termasuk terapi imunosupresif ini antara lain antithymocyte globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG), siklosporin A (CsA) dan Oxymethalone. Oxymethalon juga memiliki efek samping diantaranya, retensi garam dan kerusakan hati. Orang dewasa yang tidak mungkin lagi melakukan terapi transplantasi sumsum tulang, dapat melakukan terapi imunosupresif ini.
Pengobatan anemia aplastik dapat
bersifat suportif yaitu dengan transfusi PRC dan trombosit. Penggunaan
obat-obat atau agen kimia yang diduga menjadi penyebab anemia aplastik harus
dihentikan.
Prognosis
• Anemia aplastik ± 80% meninggal (karena perdarahan
atas infeksi). Separuhnya meninggal dalam waktu 3-4 bulan setelah diagnosis.
• Anemia aplastik ringan ± 50% sembuh sempurna atau
parsial. Kematian terjadi dalam waktu yang lama.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang disebabkan oleh kegagalan
produksi di sumsum tulang sehingga mengakibatkan penurunan komponen selular
pada darah tepi yaitu berupa keadaan pansitopenia (kekurangan jumlah sel darah
merah, sel darah putih, dan trombosit). Anemia aplastik merupakan penyakit yang
jarang ditemukan. Insidensinya bervariasi di seluruh dunia yaitu berkisar
antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun. Frekuensi tertinggi
insidensi anemia aplastik adalah pada usia muda. Anemia aplastik dapat disebabkan
oleh bahan kimia, obat-obatan, virus, dan terkait dengan penyakit-penyakit yang
lain. Anemia aplastik juga ada yang ditururunkan seperti anemia Fanconi. Akan
tetapi, kebanyakan kasus anemia aplastik merupakan idiopatik.
3.2 Saran
Disarankan agar menghindari paparan bahan kimia,
mengkonsumsi obat-obatan yang dapat memicu anemia aplastik,
sebaiknya untuk menjauhi radiasi,
menjaga lingkungan sekitar dan hygine yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Young NS, Alter BP. Aplastic anemia : Acquired and Inherited. Philadelphia : WB
Saunders,1994
Bakta, I Made, Prof. Dr. “Hematologi Klinik Ringkas”. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 2006: 98 – 110
Hoffbrand.A.V.,J.E.Pettit and
P.A.H.Moss.2002.HEMATOLOGI.Jakarta:EGC,2005
http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-qhze241.htm
Langganan:
Postingan (Atom)